Dari berbagai kritik para ahli, bahwa problem tersebut dipicu maraknya penggelembungan harga perumahan di AS yang didorong kebijakan-kebijakan Bank Sentral Amerika (the Fed) yang kurang pruden untuk menstabilkan sistem keuangan sejak bertahun-tahun. Kondisi ini didorong oleh keinginan untuk memelihara permintaan properti perumahan agar tetap tinggi, maka bank-bank di Amerika Serikat banyak mengucurkan kredit perumahan terutama bagi kalangan berpenghasilan rendah yang tidak memiliki kapasitas keuangan yang memadai (ninja loan yaitu pinjaman terhadap nasabah yang no income, no job, & no asset). Kredit perumahan ini kemudian disekuritisasi secara hibrid agar lebih menarik bagi investor yang terdiri dari bank, perusahaan sekuritas, reksadana, dana pensiun dan asuransi. Celakanya, banyak kredit tak terbayar dalam jumlah besar dan merata. Akibatnya, bank-bank kesulitan untuk membayar dan investor dengan cepat menarik dananya dari produk-produk perbankan disaat harga masih tinggi sehingga hal ini memacetkan perputaran uang di pasar hipotik. Hal ini menyebabkan pula struktur pasar uang yang produknya saling terkait satu sama lain menjadi terganggu. Termasuk juga jaminan obligasi utang (collaterlaised debt obligation/CDO) sebagai bentuk investasi kolektif dari sub-prime mortgage.
Lehman Brothers mengumumkan kerugian bertahap sebelum akhirnya bangkrut. Pada 16 Juni 2008, perusahan itu mengumumkan kerugian senilai 2,8 miliar dolar AS untuk paruh ke-dua 2008. Dilanjutkan dengan kerugian sebesar 3,9 miliar dolar AS pada paruh ke-tiga 2008 (10 September) dan berujung pada pengumuman kepailitannya pada 15 September 2008. Keguncangan serupa juga dialami secara hampir bersamaan oleh Merryl Linch, Citigroup, AIG dan berbagai lembaga keuangan besar lain.
Ini berimbas ke pelemahan sektor riil dengan kebangkrutan berbagai perusahan besar di AS seperti General Motors, Ford, dan Chrysler sehingga mengancam kelangsungan kerja ribuan karyawannya. Benar saja, tingkat pengangguran di AS meningkat mencapai 6,7% seiring dengan peningkatan pesimisme di kalangan konsumen dan investor sepanjang kurun September – November 2008. Itu merupakan tingkat pemutusan hubungan kerja (PHK) terbesar dalam 34 tahun terakhir. Tercatat 533.000 karyawan di-PHK dan mencapai total 1,91 juta orang pada tahun 2008. (sumber: departemen tenaga kerja AS). Seiring dengan itu, pada 30 November 2008, pemerintah AS juga mengumumkan penurunan nilai real PDB untuk paruh III 2008 sebesar 0,3%.
Demikian halnya juga di Eropa, krisis perbankan di Eropa ditandai dengan permasalahan di sebuah bank kecil di Inggris, yaitu Bank Northen Rock, pada pertengahan 2007 lalu. Northern Rock sejatinya adalah sebuah bank swasta berskala kecil di Inggris. Namun, ketika terjadi gonjang-ganjing krisis pada Agustus 2007 lalu bank ini jadi sorotan publik. Penarikan dana besar-besaran yang dilakukan oleh para nasabah memicu sentimen negatif pasar. Antrian panjang nasabah yang ingin menarik dananya dari bank ini disiarkan oleh berbagai stasiun TV di dunia. Untuk pertama kalinya dalam 140 tahun terakhir, Inggris mengalami kekacauan perbankan. Meskipun sudah diberi pinjaman darurat pada 13 September 2007 oleh Bank Sentral Inggris (Bank of England), Northern Rock akhirnya di-nasionalisasi pada 17 Februari 2008 untuk mencegah dampak sistemik perekonmian di Inggris. Sejak kejadian itu, beberapa bank di Inggris juga di-nasionalisasi. Pemerintah mengambil sebagian porsi saham di bank-bank swasta tersebut sebagai bagian dari program rekapitalisasi. Kasus Bank Northern Rock ini menjadi satu kasus pelajaran penting bahwa bank berskala kecil pun dapat menimbulkan dampak psikologis negatif di masyarakat.
Kondisi buruknya perekonomian dunia diperjelas dengan rilis dari Lembaga Moneter Internasional (IMF) pada 6 November 2008 yang memprediksi pertumbuhan ekonomi negatif untuk Amerika Serikat (-0,7), empat negara di Eropa (-0,5) dan Inggris (-1,3) untuk tahun 2009. Tampak pula tren penurunan pertumbuhan negara-negara tersebut sejak 2007 hingga 2009.
Untuk negara Asia seperti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar