1. KONDISI KEUANGAN GLOBAL
a. Kondisi di Amerika, Eropa, Asia, Australia
Kondisi bursa dan pasar keuangan secara global telah mengalami tekanan
yang sangat berat, akibat kerugian yang terjadi di pasar perumahan
(subprime mortgages) yang berimbas ke sektor keuangan Amerika Serikat.
Lembaga-lembaga keuangan raksasa mulai bertumbangan akibat nilai
investasi mereka jeblok. Banyak diantara lembaga-lembaga keuangan yang
sudah berusia lebih dari seratus tahun tersebut harus meminta
penyelamatan keuangan mereka apabila tidak mau gulung tikar. Bahkan
Fannie Mae dan Freddie Mac, sebagai lembaga penyalur kredit terbesar di
AS dengan nilai kredit mencapai sekitar USD 5 triliun, juga harus
diselamatkan oleh Pemerintah. Investment Banker sekelas Lehman Brothers
juga terpaksa menutup usahanya. Kondisi bursa saham juga sangat
memprihatinkan yang ditunjukkan dengan turunnya indeks Dow Jones kepada
posisi yang sangat rendah (paling rendah dalam 2 dekade terakhir).
Hal ini berimbas ke negara-negara lain di dunia, baik di Eropa, Asia,
Australia maupun Timur Tengah. Indeks harga saham di bursa global juga
mengikuti keterpurukan indeks harga saham bursa di AS, bahkan di Asia,
termasuk Indonesia, indeks harga saham menukik tajam melebihi penurunan
indeks saham di AS sendiri. Hal ini mengakibatkan kepanikan yang luar
biasa bagi para investor, sehingga sentimen negatif terus berkembang,
yang mengakibatkan banyak harga saham dengan fundamental yang bagus,
nilainya ikut tergerus tajam.
Selain keadaan yang memprihatinkan di lingkungan bursa saham, nilai
tukar mata uang di Asia dan Australia pun ikut melemah terhadap dolar
AS. Hal ini lebih dikarenakan kekhawatiran investor asing yang menarik
kembali investasinya sehingga menukarkannya ke dalam dolar AS, sehingga
mata uang lokal menjadi tertekan.
b. Langkah-langkah yang telah ditempuh untuk memitigasi dampak krisis
Bail out untuk mengatasi krisis keuangan yang diusulkan oleh
Pemerintah AS serta telah disetujui oleh Parlemen dengan dana sebesar
USD 700 miliar, ternyata masih belum cukup meredam dampak krisis yang
terjadi baik di AS sendiri maupun secara global. Kebijakan The Fed
dengan menurunkan suku bunga dari 2% menjadi 1,5% juga masih belum
banyak berdampak. Selain itu masih banyak langkah lain yang ditempuh
oleh Pemerintah AS termasuk membuat berbagai regulasi baru untuk
mencegah krisis semakin memburuk.
Negara-negara lain, baik di kawasan Eropa, Asia Pasifik maupun Timur
Tengah, juga menyikapi krisis keuangan global ini dengan mengambil
berbagai langkah serius secara simultan, antara lain:
- Negara di zona Euro, menjamin pinjaman antar bank, menambah likuiditas
perbankan, menyutikkan modal bank serta memperbaiki sistem pembukuan
perbankan.
- Inggris menyuntikkan USD 64 miliar kepada tiga bank, sedangkan Jerman
meluncurkan paket penyelamatan perbankan sebesar USD 640 miliar.
- Korea Selatan menjamin akan menyuntikkan dana USD 130 miliar ke perbankan.
- Uni Emirat Arab menyuntikkan USD 19,06 miliar dolar ke perbankan.
- Negara di seluruh dunia telah mencanangkan untuk menyediakan dana sebesar USD 3,2 triliun untuk menyelamatkan perbankan.
2. DAMPAK TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA
a. Dampak terhadap Perbankan
Dalam konteks perbankan, Pemerintah perlu berhati-hati, karena tidak ada
yang dapat memperkirakan dalam dan luasnya krisis keungan global ini.
Menyikapi permasalahan ini, Pemerintah dan otoritas moneter telah
melakukan beberapa langkah yang sangat tepat untuk mengurangi
kekhawatiran/ketidakpercayaan publik terhadap kapabilitas dan likuiditas
bank-bank nasional, yaitu antara lain:
- Penaikkan BI rate menjadi 9,5% untuk mengantisipasi depresiasi
terhadap nilai Rupiah dengan meningkatkan atraktifitas investasi dalam
nilai Rupiah akibat spread bunga domestik dan luar negeri yang cukup
tinggi;
- Peningkatan jumlah simpanan di bank yang dijamin oleh Pemerintah dari
Rp 100 juta menjadi Rp 2 milyar, untuk mengantisipasi rush akibat
kekhawatiran masyarakat terhadap keamanan simpanannya di bank. Hal ini
dilakukan dengan pengeluaran Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang. (Perpu);
- Perluasan jenis aset milik bank yang boleh diagunkan kepada BI, yang
tadinya hanya meliputi aset kualitas tinggi (SBI dan SUN), namun melalui
Perpu, aset yang dapat dijaminkan diperluas dengan Kredit lancar milik
bank (ditujukan untuk mengantisipasi turunnya harga pasar SUN, yang
terlihat dengan naiknya yield). Hal ini ditujukan untuk mempermudah Bank
dalam mengatasi kesulitan likuiditas, sehingga dapat memperoleh jumlah
dana yang cukup dari BI.
Kekhawatiran yang dialami oleh masyarakat terhadap dunia perbankan,
sebenarnya lebih berdasarkan pada sentimen negatif yang berlebihan
akibat krisis di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Apabila
penanganan krisis di negara-negara tersebut berhasil, maka otomatis
kekhawatiran masyarakat terhadap perbankan nasional pun akan hilang.
Namun sebaliknya, apabila krisis global bertambah parah, maka
kekhawatiran masyarakat juga akan meningkat yang dapat mengakibatkan
meningkatnya animo masyarakat untuk mengambil simpanannya di bank-bank
nasional, sehingga akan membuat ambruknya sendi-sendi perbankan
nasional. Untuk mengantisipasi hal ini, maka salah satu alternatif yang
perlu dipikirkan oleh Pemerintah adalah dengan menjamin 100% semua dana
nasabah, termasuk dana kredit yang dikucurkan oleh bank. Hal ini
bertujuan agar masyarakat tidak khawatir terhadap simpanannya dan dunia
perbankan bisa berjalan dengan normal sekaligus menjaga sektor riel bisa
tetap bergerak dengan terjaminnya kebutuhan dana dari perbankan.
b. Dampak terhadap Bursa Saham
Bursa saham Indonesia juga mengalami penurunan indeks yang signifikan,
sampai melebihi 11%, sehingga memaksa Otoritas Bursa untuk melakukan
penghentian perdagangan selama 3 hari untuk mencegah lebih terpuruknya
bursa akibat sentimen negatif. Untuk memitigasi kemungkinan lebih
terpuruknya indeks yang tidak mencerminkan fundamental perusahaan, maka
telah diambil berbagai langkah antar lain:
- Pelarangan short selling, dan penyelidikan terhadapa beberapa
perusahaan sekuritas yang disinyalir melakukan short selling pada saat
terjadi kepanikan di BEI.
- Penetapan auto rejection sampai dengan 10% (batas atas dan batas
bawah) dari sebelumnya sebesar 30%, untuk mencegah lebih terburuknya
indeks dan di sisi lain mencegah terjadinya aksi profit taking yang
berlebihan dari investor. (Walaupun sebenarnya kebijakan ini, terutama
untuk ketentuan batas atas, akan memperlambat pulihnya indeks/rebound).
- Pencanangan program buyback oleh Pemerintah dan BUMN yang diikuti
dengan pengendoran aturan buyback di bursa saham, yang bertujuan untuk
menstabilkan pasar saham serta mencegah dikuasainya aset negara oleh
pihak-pihak asing dengan harga sangat murah.
c. Dampak terhadap Nilai Tukar dan Inflasi
Dampak krisis keuangan jelas terlihat pada nilai tukar Rupiah yang
melemah terhadap dolar AS bahkan sempat mencapai RP 10.000/USD pada
minggu kedua Oktober 2008. Hal ini lebih dikarenakan adanya aliran
keluar modal asing akibat kepanikan yang berlebihan terhadap krisis
keuangan global.
Dampak sejenis juga akan terjadi pada inflasi. Karena melemahnya Rupiah
terhadap USD, maka harga barang-barang juga akan terimbas untuk naik,
karena Indonesia masih mengimpor banyak kebutuhan termasuk tepung dan
kedelai.
d. Dampak terhadap Ekspor dan Impor
Krisis keuangan global ini sudah pasti akan sangat berdampak kepada
ekspor Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor, bukan hanya ke AS.
Selama 5 tahun terakhir ini, ekspor Indonesia ke Amerika menempati
urutan ke-2 setelah Jepang dengan kisaran masing-masing 12% – 15%.
Selain itu, negara-negara importir produk Indonesia pada urutan ke-3
s.d. 10 (Singapura, RRC, India, Malaysia, Korsel, Belanda, Thailand,
Taiwan) menyumbang sekitar 45% dari total ekspor Indonesia. Dari
informasi tersebut, hampir dapat dipastikan bahwa keseluruhan
negara-negara tersebut sedang mengalami dampak krisis keuangan global
yang berakibat pada perlambatan ekonomi di setiap negara. Lebih lanjut
hal ini akan mengakibatkan penurunan kemampuan membeli atau bahkan
membayar produk ekspor yang dihasilkan Indonesia, sehingga pada akhirnya
akan memukul industri yang berorientasi ekspor di Indonesia. Hal ini
sudah terkemuka di publik melalui media massa, terutama untuk sektor
garmen, kerajinan, mebel dan sepatu, banyak keluhan para pelaku bisnis
yang mengatalami penurunan order dan kelambatan pembayaran dari rekanan
bisnis yang mengimport barangnya. (Data statistik belum dapat
diperoleh).
Dampak yang tidak menguntungkan juga terjadi di sisi impor, karena
dengan melemahnya Rupiah, maka nilai impor akan melonjak yang
selanjutnya akan menyulitkan para importir untuk menyelesaikan transaksi
impor. Dampak berikutnya adalah melonjaknya harga-harga bahan yang
berasal dari impor di pasar sehingga inflasi meningkat dan daya beli
masyarakat juga akan menurun. Hal ini selanjutnya mengakibatkan turunnya
daya serap masayrakat terhadap barang-barang impor sehingga pada
akhirnya akan mengakibatkan penurunan jumlah impor.
e. Dampak terhadap Sektor Riel dan Pengangguran
Dampak terhadap sektor riel dapat dilihat dari dua aspek, yaitu:
- Menurunnya order dari rekanan di luar negeri sehingga banyak
perusahaan kesulitan memasarkan produknya yang pada akhirnya harus
melakukan efisiensi atau rasionalisasi supaya dapat bertahan hidup.
- Melemahnya daya beli masyarakat Indonesia karena melemahnya mata uang
Rupiah dan kenaikan inflasi serta kesulitan likuiditas atau modal kerja
dari perbankan yang mengetatkan kebijakan pemberian kreditnya.
Kedua hal tersebut mengakibatkan industri di sektor riel menjadi
tertekan, sehingga apabila hal ini berlarut-larut akan melemahkan daya
tahan perusahaan yang akan berimbas pada kemungkinan melakukan PHK bagi
para karyawannnya demi mengurangi beban perusahaan atau karena memang
perusahaan sudah tidak mampu lagi beroperasi.
3. SARAN
- Pemerintah perlu menjamin 100% dana nasabah, termasuk dana
kredit yang dikucurkan oleh bank, apabila krisis global bertambah parah.
Hal ini bertujuan untuk meredam kekhawatiran yang dirasakan oleh
masyarakat terhadap simpanannya dan sekaligus memungkinkan dunia
perbankan berjalan dengan normal serta mampu menjamin tersedianya dana
kepada sektor riel supaya tetap bisa bergerak.
- Pemerintah agar memberikan perhatian lebih kepada sektor riel yang
terancam kematian, terutama industri yang orientasi penjualannya ekspor,
karena kelesuan negara-negara pengimpor untuk mau memesan barang,
seperti industri garmen, perabot dari kayu, sepatu dsb. (Ekspor dari
sektor industri mencapai sekitar 85% dari ekspor non migas Indonesia
pada awal tahun 2008). Perhatian tersebut mungkin dapat dilakukan dengan
melakukan koordinasi dengan pihak perbankan untuk memberikan penyaluran
kredit modal kerja secara selektif.http://rutacs.wordpress.com/2008/10/30/dampak-krisis-keuangan-global-tahun-2008-terhadap-ekonomi-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar