Welcome..!!!

Selamat datang di dunia inspirasi anda. Anda mungkin akan mendapatkan banyak inspirasi dari bacaan-bacaan berikut ini. Bukan bermaksud untuk menggurui tetapi semata-mata sebagai masukan, semoga bermanfaat.
Selamat membaca!!


Ketik di kotak bawah ini!



Kamis, 24 November 2011

Essayy

Esai Lingkungan Hidup




berikut ada contoh esai yang aku tulis sekitar 2 tahun yang lalu….bisa coba dibaca…siapa tau bisa untuk inspirasi…heheheheee



SEJUTA BENCANA TERENCANA DI



INDONESIA



? Kulihat ibu pertiwi



Sedang

bersusah hati



Air

matanya berlinang



Mas

intan yang kau kenang



Hutan

gunung sawah lautan



Simpanan

kekayaan



Kini

ibu sedang lara



Merintih

dan berdoa ?



Sebait lagu di atas mungkin belum bisa melukiskan

betapa pedihnya derita ibu pertiwi. Kepedihan yang diderita manakala

hutan-hutan dibalak tanpa ampun. Air tak lagi mengalir jernih membasahi bumi. Udara

segar semakin sulit kita hirup. Langit menghitam menunjukkan kegarangannya.

Tanah menjadi tandus, kerontang mengekang benih kehidupan untuk tumbuh. Birunya

air laut berubah menjadi genangan kotor terpolusi. Flora dan fauna semakin

sulit menemukan rumah yang nyaman untuk tumbuh dan berkembang biak.



Refleksi di atas menggambarkan kondisi

lingkungan hidup di



Indonesia



dewasa ini. Lingkungan hidup, sebuah topik lawas yang selalu aktual untuk terus

dibicarakan dari waktu ke waktu. Tak lekang dimakan waktu dan tak usang ditelan

zaman. Hal ini dikarenakan lingkungan hidup merupakan aspek vital yang menjamin

kelangsungan hidup kita di dunia. Kerusakan dan penurunan daya dukung lingkungan

merupakan ancaman mengerikan bagi kita dan anak cucu kita kelak.



Namun, besarnya peran lingkungan hidup

tidak kita imbangi dengan kepedulian kita terhadap kelestariannya. Kita seolah

tak acuh terhadap kerusakan dan penurunan daya dukung alam. Sadarkah kita pemanasan

global akibat meluasnya lubang pada lapisan ozon mengancam kehidupan kita?

Tahukah kita berapa luas hutan yang berkurang setiap harinya akibat illegal logging? Pedulikah kita terhadap

pencemaran air dan udara yang kian hari semakin mengancam hidup kita?



Lingkungan hidup, sesuai Undang-Undang

Pengelolaan Lingkungan Hidup No.23 Tahun 1997, didefinisikan sebagai kesatuan

ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia

dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan

manusia serta makhluk hidup lain. Dengan demikian, sebagai manusia, pada

hakikatnya kita adalah bagian dari lingkungan hidup itu sendiri.



Akan tetapi, hakikat ini belum kita pahami

sepenuhnya. Selama ini kita menganggap lingkungan hidup dengan segala potensi

dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya merupakan objek yang bebas

kita manfaatkan. Kita terus mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaan alam

tanpa menghiraukan batas. Kita pun seolah lupa bahwa kita harus merehabilitasi

ekosistem yang rusak akibat proses eksplorasi dan eksploitasi itu.



Inilah pangkal persoalan rusaknya kelestarian

lingkungan hidup di



Indonesia



.

Pemanfaatan sumber daya alam yang tidak berwawasan lingkungan serta rendahnya

kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan.

Hal sederhana yang akhirnya menjadi weapon

mass destruction atau “senjata pemusnah massal” bagi kelangsungan hidup

manusia dan makhluk hidup lainnya di bumi. Bagaimana tidak, ratusan bencana

alam “buatan” yang menelan ribuan korban jiwa dan kerugian material yang tidak

terhitung jumlahnya terjadi karena kelalaian kita dalam menjaga kelestarian

lingkungan. Mulai dari pencemaran limbah industri, tanah longsor, banjir,

hingga kebakaran hutan adalah bukti nyata kelalaian kita.



Kita paham betul bahwa bencana seperti

banjir, tanah longsor, dan pencemaran lingkungan diakibatkan oleh ulah manusia

yang dengan seenaknya mengusik keseimbangan ekosistem. Siklus alam seperti

hujan deras atau musim kemarau panjang hanyalah sebagai pemicu saja. Menebangi

pepohonan di hutan lindung, mengalirkan limbah industri ke laut tanpa mengalami

proses pengolahan, membuang sampah ke sungai, pembukaan ladang berpindah, serta

konversi lahan basah merupakan investasi program jangka panjang terjadinya bencana.



Tanpa kita sadari, selama ini kita telah

merencanakan sejuta bencana yang akan menyengsarakan kita. Ya, hukuman setimpal

bagi manusia yang selama ini mengabaikan peringatan alam. Seharusnya kita peka

dengan teguran-teguran yang diberikan alam kepada kita. Teguran yang berupa

hujan deras, musim kemarau berkepanjangan, kotornya udara perkotaan, berkurangnya

area pepohonan di hutan, atau pun menumpuknya sampah di



sana



sini. Teguran yang menandakan bahwa tak

lama lagi akan terjadi bencana yang jauh lebih dahsyat.



Sepanjang

tahun 2005 hingga 2006 tercatat ada 131 bencana banjir dan tanah longsor di

Indonesia (www.geografiana.com , 23 Februari 2006). Penyebab utama musibah

tersebut adalah penurunan kualitas lingkungan seperti kritisnya kondisi Daerah

Aliran Sungai, berkurangnya daya serap tanah dan kapasitas tampung lapisan

tanah terhadap air, serta kondisi sungai yang buruk akibat sedimentasi dan

sampah hasil buangan penduduk. Tentu banjir bandang di Jember, Jawa Timur dan

longsor di Banjarnegara, Jawa Tengah bisa memberikan bukti nyata akan argumen

tersebut.



Daerah

banjir bandang di Jember terletak di zona kerentanan gerakan tanah yang

merupakan lereng bagian selatan Gunung Argopuro. Kondisi vegetasi di area

tersebut sangat buruk akibat adanya penggundulan hutan dan kesalahan dalam

pemilihan jenis tanaman yang dibudidayakan. Hal yang sama terjadi di

Banjarnegara. Curah hujan yang tinggi tidak dapat ditahan oleh tanah karena

pepohonan di bukit-bukit di sekitar lokasi bencana sudah jauh berkurang. Dengan

tingginya curah hujan, akumulasi air meningkat, sehingga tanah tidak kuat

menahan



massa



air dan terjadilah banjir dan diikuti tanah longsor yang menerjang desa-desa di

bawahnya. Jelas bahwa kita sendirilah yang “merencanakan” terjadinya bencana

ini.



Lalu

bagaimana dengan pencemaran lingkungan akibat kegiatan industri? Sudah tidak

dapat kita hitung lagi kerusakan alam yang timbul. Sungai seolah menjadi

saluran pembuangan limbah ke laut. Udara perkotaan seakan disesaki dengan asap

hitam dari pabrik-pabrik dan kendaraan bermotor. Kasus pencemaran lingkungan

dalam skala besar pun tidak terhitung banyaknya. Mulai dari kasus Exxon Mobile

di Aceh, PT Newmon Minahasa Raya di sekitar Teluk Buyat, PT Kelian Equatorial

Mining, hingga yang terakhir kasus PT Freeport Indonesia di Papua.



PT Freeport

jelas telah melanggar sejumlah peraturan mengenai lingkungan hidup. Pelanggaran

tersebut di antaranya adalah PT Freeport tidak memiliki ijin pembuangan air

asam tambang. Jumlah padatan tersuspensi (TSS)

yang dihasilkan dan dibuang ke estuari Sungai Ajkwa pun tidak memenuhi standar

parameter TSS yang telah ditetapkan.

Bahkan, PT Freeport juga belum mengantongi ijin pembuangan air limbah.

Ironisnya, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup, hanya

mengirimkan



surat



peringatan agar PT Freeport memperbaiki sistem pengelolaan lingkungannya (www.walhi.or.id

, 24 Maret 2006).



Sama

halnya dengan kasus-kasus sejenis sebelumnya, tidak ada sanksi tegas dalam

penanganan kasus ini. Kasus pencemaran lingkungan akan terlupakan seiring

dengan berjalannya waktu. Lingkungan akan semakin menderita dan merana.

Lingkungan juga akan terus “merencanakan” bencana-bencana lain untuk membalas

kelakuan buruk kita terhadapnya.



Pemanfaatan

potensi yang terdapat di lingkungan hidup memang bukan hal yang keliru. Hal ini

wajar mengingat



Indonesia



adalah negeri yang kaya akan sumber daya alam. Bahkan hal ini telah diatur

dalam UUD 1945, terutama Pasal 33 Ayat 3 yang berbunyi “Bumi, air, dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Kita dapat menyimpulkan bahwa pengelolaan

lingkungan hidup pada akhirnya ditujukan untuk keberlangsungan kehidupan dan

kesejahteraan manusia di muka bumi ini.



Namun,

selama ini metode yang kita gunakan dalam pemanfaatan sumber daya alam masih jauh

dari metode yang berwawasan lingkungan. Kita hanya terfokus untuk terus mengeksplorasi

dan mengeksploitasi alam demi mendapatkan hasil yang maksimal. Kita belum serius

dalam melakukan reklamasi atau pemulihan kerusakan yang timbul akibat

pemanfaatan lingkungan hidup. Hutan tetap dibiarkan gundul. Daerah sekitar

pertambangan menjadi lubang-lubang raksasa tanpa mengalami proses pemulihan

pascapenambangan. Air tanah terus disedot tanpa menghiraukan ambang batas

maksimumnya. Lahan-lahan hijau di pegunungan yang sedianya berperan sebagai

daerah resapan air dirombak menjadi kawasan perumahan elit. Pengelolaan

lingkungan jangan hanya berorientasi pada kepentingan sesaat. Jika



Indonesia



terus

menerus seperti ini, kita akan bernasib seperti Republik



Nauru



.



Republik



Nauru



adalah negara tropis yang terletak di sebelah timur Papua. Negara seluas 21

kilometer persegi ini hancur total akibat penambangan fosfat selama 70 tahun. Mereka

sempat menikmati keuntungan sesaat berupa pendapatan per kapita yang mencapai

US $ 17.000 pada tahun 1981 dari hasil pertambangan fosfat dan tercatat sebagai

salah satu negara terkaya di dunia. Namun, pesta hanya sesaat. Setelah

penambangan berakhir, daratan



Nauru



hancur seperti bekas tambang timah di



Bangka



,

tambang batu bara di



Kalimantan



, dan daerah

tambang lain di Indonesia. Demikian pula limbah buangan tambang atau tailing di Nauru meninggalkan padang

tandus seperti 45.000 areal hutan yang ditimbuni limbah PT Freeport di Papua (www.kompas.com

31 Juli 2004). Bahkan, akibat

kerusakan alam ini, makanan dan air harus diimpor dari luar negeri. Kita sadari

atau tidak, perlahan tetapi pasti,



Indonesia



akan segera meniru jejak



Nauru



jika kita

tidak segera mengubah sikap dalam mengelola lingkungan hidup.



Sungguh

tidak adil jika kita hanya menyalahkan pemerintah dan terus-menerus mengeluhkan

kondisi seperti ini. Sebagai generasi muda penerus bangsa, kita harus turun

tangan dan memberikan kontribusi yang nyata dalam pelestarian lingkungan hidup.

Kita memiliki tanggung jawab moral kepada anak cucu kita untuk mewariskan

kekayaan alam



Indonesia



.



Meneladani

apa yang dikemukakan oleh Aa Gym, mari

bersama kita terapkan prinsip 3M.

Mulai dari hal yang terkecil, mulai dari diri sendiri, dan mulai dari sekarang

juga. Kita biasakan diri kita untuk peduli terhadap lingkungan hidup mulai hari

ini. Lakukan tindakan yang nyata. Jadilah teladan di lingkungan keluarga dan

ajak ayah, ibu, kakak, atau adik untuk melakukan penghijauan dan menjaga kebersihan

lingkungan di sekitar tempat tinggal kita. Ikutlah dalam organisasi-organisasi

yang aktif menjaga kelestarian lingkungan seperti Walhi, AKAR, YLBHI, WWF,

atau organisasi kepecintaalaman. Jadilah sukarelawan untuk program peduli

lingkungan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Jangan biarkan diri kita hanya

berpangku tangan menyaksikan segala bencana dan kerusakan alam di Nusantara.



Learning from today’s disaster for tomorrow’s hazards. Kita harus bisa belajar dari bencana hari ini

untuk menghadapi ancaman bahaya hari esok. Jangan sampai ketika pohon terakhir

telah ditebang, sungai terakhir telah tercemar, ikan terakhir telah ditangkap,

dan tetes air terakhir telah berakhir, kita baru menyadari arti pentingnya

kelestarian lingkungan hidup bagi kita. Kita harus bisa menjaga warisan berupa

tanah air yang gemah ripah loh jinawi

dari nenek moyang kita dan kelak kita wariskan lagi kepada anak cucu kita.



Jikalau semua itu terlalu muluk,

biarlah saya menggantung mimpi untuk hidup di Jamrud Khatulistiwa ini dengan

penuh kedamaian. Menikmati alam



Indonesia



memanjakan kita seperti “Kolam Susu”. Jikalau tulisan ini tidak bisa mengubah

apapun, biarlah tulisan ini menjadi curahan hati dari salah satu anak negeri

yang begitu mencintai negerinya, yang ingin mengenang tempatnya lahir dan besar

sebagai salah satu tempat terbaik yang pernah Tuhan ciptakan di muka bumi.

Seorang anak bangsa yang bermimpi melihat generasi muda



Indonesia



mampu

berdiri tegak dan berteriak “Aku peduli

kelestarian lingkungan hidup


http://blog.its.ac.id/pejuang13isitsacid/2009/12/29/esai-lingkungan-hidup
Indonesia



!”

dengan lantang dan bangga. Semoga bait kedua lagu Ibu Pertiwi bisa menjadi

spirit bagi kita dan pemerintah untuk bersama bergandengan tangan menjaga

kelestarian lingkungan hidup



Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar